Detikperkara.com Jakarta – Kasus yang menjerat admin Status Ternate terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) semakin menarik perhatian publik. Admin akun media sosial tersebut didakwa mencemarkan nama baik berdasarkan laporan seorang oknum TNI Korem 152 Babullah Ternate. Namun, fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa admin Status Ternate harus divonis bebas dari segala tuntutan hukum.
Kebebasan Berekspresi dan Asas Praduga Tak Bersalah
Praktisi Hukum, TB Rahmad Sukendar SH,MH, menjelaskan bahwa admin Status Ternate telah menghormati asas praduga tak bersalah dalam unggahannya.
“Dalam unggahan yang menjadi dasar laporan, admin Status Ternate secara jelas menggunakan kata ‘diduga’ saat menyebut tindakan oknum TNI tersebut. Penggunaan istilah ini menunjukkan penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah, yang merupakan prinsip fundamental dalam sistem hukum Indonesia,” ujar Rahmad di Jakarta, Selasa (15/1).
Menurut Rahmad , unggahan tersebut tidak bersifat memvonis, melainkan hanya menyampaikan informasi kepada publik berdasarkan fakta yang berkembang. Ini sesuai dengan semangat demokrasi, di mana kebebasan berekspresi dan penyampaian informasi merupakan hak dasar yang dijamin oleh konstitusi.
Tidak Memenuhi Unsur Pidana
Rahmad menegaskan bahwa tuduhan pencemaran nama baik harus memenuhi unsur kesengajaan untuk merugikan pihak tertentu. Dalam kasus ini, admin Status Ternate hanya menyampaikan keluhan masyarakat terkait peristiwa di mana seorang oknum TNI diduga menolak membantu warga mencari korban yang jatuh dari speedboat.
“Kesaksian di persidangan justru menguatkan bahwa informasi yang disampaikan admin Status Ternate memiliki dasar fakta. Bahkan saksi pelapor, Serda Y, mengakui di bawah sumpah bahwa ia memang tidak membantu secara langsung dalam pencarian korban,” terang Rahmad Hal ini membuktikan bahwa unggahan tersebut tidak mengandung unsur fitnah atau pencemaran nama baik.
Laporan Harus Proporsional
Rahmad Sukendar mengingatkan pentingnya proporsionalitas dalam penggunaan hukum.
“Laporan hukum seharusnya tidak digunakan untuk membungkam suara masyarakat. Dalam kasus ini, laporan yang diajukan secara institusional oleh TNI justru menciptakan kesan adanya upaya menghindari tanggung jawab atas tindakan individu. Jika memang terjadi pelanggaran oleh oknum TNI, semestinya hal tersebut ditindaklanjuti secara internal melalui mekanisme disiplin militer,” ujar Rahmad
Rahmad juga menambahkan bahwa melibatkan masyarakat sebagai terdakwa hanya akan menciptakan ketakutan untuk berbicara di ruang publik. Hal ini bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi yang menjadi ciri era digital saat ini.
Hakim Harus Berpihak pada Keadilan
Hakim yang menangani kasus ini, lanjut Rahmad Sukendar, memiliki peran penting dalam menjaga keadilan.
“Membebaskan admin Status Ternate dari segala tuntutan adalah langkah yang tepat untuk menunjukkan bahwa hukum tetap berpihak pada kebenaran dan keadilan. Vonis bebas juga akan menjadi preseden positif dalam melindungi kebebasan berekspresi dan mencegah penyalahgunaan hukum untuk meredam kritik,” jelas Rahmad
Rahmat Sukendar menegaskan bahwa admin Status Ternate tidak bersalah karena unggahannya masih berada dalam batas kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh hukum. Narasi yang disampaikan sudah menghormati asas praduga tak bersalah dan berbasis fakta.
“Oleh karena itu, hakim PN Ternate seharusnya memutuskan vonis bebas untuk admin Status Ternate demi menjaga keadilan, kebebasan berekspresi, dan integritas hukum di Indonesia,” tutup Rahmad.
(Teh’ Nena)